Jumat, 04 Juli 2008

TuliSAn unTuk ayAh

11th June 2008

Sebuah hari yang takkan pernah terlupakan. Ketika ayahku pergi untuk selamanya.

Kabar yang cukup mengejutkanku, dan membuat perasaanku hampa dalam sekejap. ”Bagaimana bisa?”, batinku terus bertanya-tanya.

Aku menganga ketika pesan itu masuk dalam inbox telepon genggamku. Namun tak ada air mata yang menetes. Ketidakpercayaan? Mungkin itu yang kurasakan. Ketika aku tidak melihat semuanya dengan mata dan kepalaku sendiri, dan hanya dalam kelinglungan lah waktu terus berjalan.

Keluarga disana yang tak memberitahuku kabar apapun. Mohon dicatat, sejak hari itu, aku benar-benar tidak menghargai kalian! Hanya basa-basi semata dan sopan santun untuk menghargai ibuku lah aku bersikap seperti itu pada kalian. Selebihnya, dengan sangat amat maaf, kalian tidak pernah mendapatkan posisi apapun WALAUPUN kalian adalah SAUDARA! Mulut yang terkunci itu untuk apa? Kalian kira aku akan kuat dengan mulut kalian yang tertutup?? Terus menghalangi aku untuk menelepon. Kalian itu apa??????SAMPAH!!!!!!

Aku segera membereskan barang-barangku dan menelepon beberapa orang untuk kutitipi pesan sebelum keberangkatanku. Pemesanan tiket yang dibantu seseorang hingga jam 2 pagi waktu GuangZhou, terima kasih sekali untuk bantuan itu.

Setelah itu aku pun kembali menge-pack barang-barangku. Akhirnya aku beristirahat pada pukul 4 subuh. Namun mataku tak sanggup menutup. Berita itu terus mengiang di kepalaku. Aku tau kabar itu tak mungkin canda. Tapi sebagian diriku memilih untuk tidak mempercayainya. Entah kelogisan seperti apa yang kuharapkan untuk menggerayangi pikiranku. Akhirnya air mata itu menetes. Tak ada yang tahu. Aku membiarkan diriku terbaring dalam sepi, dan biarkan air mata itu mengalir. Sakit? Itu jelas.

Kue ulangtahun yang kurencanakan untuk ayah, hadiah yang belum kudapatkan, cerita yang belum kulanjutkan, foto yang belum kupamerkan, proyek yang belum kutunjukkan pada Beliau, namun semuanya malah membawanya pada sebuah akhir.

Aku belum sempat lihat senyumnya, aku belum merasakan bangganya. Aku belum menggandeng tangannya. Belum... semuanya tertunda dan kurasa takkan pernah selesai. Ucapan maaf yang belum terucap dari diri seorang aku, ucapan sayang yang tak pernah terlukiskan secara gamblang untuknya, tak berada disampingnya disaat-saat terakhirnya. Banyak..banyak hal yang bisa saja kusesalkan. Tapi apa lagi gunanya? Bila Beliau dapat pergi dengan tenang?

Hari itu beliau ke rumah sakit dengan tujuan untuk check-up, dan hari itu juga Beliau pergi. Banyak orang dikejutkan dengan kepergiannya, karna yang mereka tahu, ayahku sehat. Ya....itu juga yang kuketahui. Beliau jarang mengeluh sakit.

12 Juni, pukul 9 pagi aku berangkat dari Guangzhou menuju Hongkong International Airport. Begitu sampai, aku langsung check in dan menunggu kedatangan om ku. Dia mengantar kepergianku. Bandara yang cukup membuatku berkacak kagum. Terlampau luas. Bahkan ketika aku ingin mencari gate- nya, aku perlu naik eskalator entah beberapa kali kemudian perlu naik kereta listrik sekali, baru dapat mencari gate tujuanku. Pesawatku lepas landas pada pukul 4 sore waktu Hongkong. Awan itu selalu indah. Berapa negara yang dilewati oleh sang pesawat namun awan yang menggantung itu selalu tampak indah dalam warnanya.
Selama perjalanan dalam pikiranku selalu muncul gambar2 yang kutahu hanya gambaran palsu. Entah untuk mempersiapkan diriku untuk melihat ayah nanti, atau apa? Aku benar2 tak tahu.

Tiba di bandara Soekarno-Hatta, Jakarta aku di jemput oleh sepupuku. Waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam WIB ketika aku keluar dari pengambilan bagasiku. Kemudian, kami segera berangkat ke rumah duka.

Jakarta. Aku sudah sampai di Jakarta. Kota yang cukup kurindukan dengan keberadaan teman-temanku disini. Namun ada yang kurang, ada yang pergi.
Jakarta yang kupikir, ketika aku tiba di kota ini, aku akan tersenyum dan mengatakan, ”ahh,,...aku kembali...”
Yang tadinya aku sudah merencanakan surprise untuk teman-temanku tapi malah sebaliknya, aku yang mendapatkan kejutan. Aku yang tadinya ingin mendatangi rumah teman-temanku, tapi malah aku yang didatangi oleh mereka.
Jakarta. Biasa saja ternyata.

Sampai di rumah duka, aku berada dalam keadaan linglung. Mengapa banyak orang? Ada apa? Aku diminta untuk jalan dalam keadaan tersujud sampai di depan peti ayahku. Ada adikku dan ibuku disana, yang masih berlinangan air mata. Ketika melihat altar, disana ada foto ayahku. ”Apa ini benar?? Atau ini hanya mimpi??”. Airmata yang berlinangan tak lagi berguna. Beliau tak bisa kembali.
Aku bersujud dan berdoa untuknya. Hadiah terakhir. Hanya itu.

Katanya, pada malam 10 Juni 2008, Beliau sempat mengeluh lemas, dan tubuhnya bercucuran keringat dingin, sempat dibopong oleh Ibu ketika Beliau ingin ke kamar kecil...namun belum masuk k kamar kecil, Beliau terjatuh dan sempat muntah hebat.

Setelah itu beliau dibaringkan di tempat tidur.
Tiba-tiba ia ingin ke kamar kecil lagi dan diantar oleh ibu. Selesai dari kamar kecil, beliau pun beristirahat walaupun beliau tidak tidur dengan nyenyak.

Esok harinya, 11 Juni 2008, Beliau masih ingin pergi ke kantor. Namun tidak diperbolehkan Ibu. Hari itu Ibu masih sempat meneleponku, yang dengan bodohnya, aku tidak minta untuk berbicara dengan Ayah. Jika saja aku meminta....
Hari itu juga Ayah chEck-up di RS Siloam Jakarta. Beliau di vonis gejala serangan jantung dan harus rawat inap. Beliau masih sempat makan siang dengan lahapnya, seperti Beliau biasanya. Kemudian Beliau beristirahat dan Ibu pulang untuk mengambil baju-baju Ayah.
Ibu sempat beristirahat 1 jam di rumah sebelum di telepon pihak Rumah Sakit jam 3an WIB yang mengatakan bahwa Ayah sudah pingsan dan masuk ke ICU.
Ketika Ibu tiba di rumah sakit, dan masuk ke ruang ICU, Ayah masih sempat mengeluh bahwa nafasnya sesak. Sekitar 4,5 jam beliau di ruang ICU,,kemudian Beliau pergi dengan tenang.

Belum sempat aku mengantar kepergiannya. Adikku pun tidak mengantarnya (bRengSek lo,,bro!)

Ketika aku tiba, aku melihatnya. Ia tersenyum dalam tidur panjangnya. Ingin aku mengecupnya untuk yang terakhir kali. Namun tak diperbolehkan lagi.

Sebuah keikhlasan yang tentu saja harus aku miliki, dan meneruskan jalan hidup yang masih panjang untuk tetap membuat Beliau bangga.

Hanya doa yang dapat kupersembahkan. Dan menyelesaikan studi, menjalankan hidupku sebaik-baiknya. Itulah penghormatan terakhir untuk Beliau.

Terima kasih untuk semua teman-teman yang telah datang untuk melayat ayah, dan terima kasih untuk doa dari kalian semua. Semoga Beliau tiba di alam yang baik.

Salam sayang untuk Papa. Papa yang tenank ya disana. Love you, Dad!




-wEnZ-

Tidak ada komentar: